Namaku Viko, aku bersekolah di SMA Harapan Bangsa yang letaknya hanya 1 Km dari rumahku. Dulu bukan aku yang ingin bersekolah di sana, tetapi ibuku. Dengan sifatnya yang keras ia menyuruhku bersekolah di tempat itu, karena banyak teman-temannya yang menyekolahkan anaknya di sana. Termasuk ibuku. Akan tetapi, Tuhan bersikap adil kepadaku. Di sekolah itulah aku berkenalan dengan seorang gadis yang sangat istimewa. Dia bernama Nina.
Dengan wajahnya yang cantik, dia berhasil memikat hatiku. Tubuhnya tinggi semampai dengan rambut yang ikal dan poninya yang lucu. Entah mengapa setiap aku menyapanya, smsan dengannya, hatiku berdegup kencang. Hingga aku memberanikan diri untuk mengajaknya berpacaran.
“Kenapa kamu mau pacaran sama aku?” kataku memulai pembicaraan dengan Nina ketika ia menemaniku bermain basket.
“Karena aku nyaman saja duduk dekat kamu, ngobrol, bercanda, memang kenapa sih kok kamu tiba-tiba ngomong gitu sama aku?”
“Nggak papa, aku cuma ingin tahu saja, memang nggak boleh?”
“Oh, gitu ya. Ya udah deh.”
“Gimana sekolah kamu, nggak ada masalah kan?” tanyaku dengan lembut.
“Nggak ada sih, cuma sebel saja banyak guru yang nggak jera ngasih tugas banyak.”
“Ya maklumlah, kita kan masih anak sekolah.”
“Iya sih.” jawabnya pendek.
Aku sangat bersyukur memilikinya. Hari demi hari kita lewati bersama dengan penuh rasa bahagia. Tidak ada rasa khawatir dan cemas. Dan, tidak pernah sedikit pun terpikir olehku akan kata perpisahan. Ketika aku berpikir tentang perpisahan, aku merasakan ada sesuatu yang membuatku cemas. Perlahan-lahan aku ragu pada keyakinanku sendiri. Akan tetapi sekeras mungkin aku melupakannya.
Kuputuskan untuk pergi ke rumahnya, walaupun hari sudah terbilang larut malam. Demi perasaanku, aku memberanikan diri melewati gang yang sepi. Tepat di depan rumahnya, telah kulihat motor yang terlihat asing bagiku. Sangat asing. Di lamunanku itulah aku dikejutkan dengan seorang pria yang memakai jaket warna hitam, di hadapan Nina.
“Maaf sayang aku pulang dulu, besok kalau ada waktu luang aku mampir ke sini lagi deh. Bye.”
“Hati-hati ya.”
Perkataan itu adalah kata-kata yang sering kami ucapkan ketika berpamitan. Dan sekarang, apa yang kulihat adalah bukti cintanya kepadaku. Bukti yang dia berikan kepada siapapun yang dia sayangi. Bukti yang selalu meluluhkan hati setiap pria yang jatuh hati padanya.
Aku terpaku di hadapan 2 orang yang saling mencintai. Aku termenung melihat senyumnya yang tampak manis mengembang. Aku terkikis ketika melihat pria itu mencium jidatnya. Dia sama sepertiku.
Tanpa sadar air mataku deras berlinang. Aku ingin pergi jauh, menyendiri. Tanpa ada seorang kekasih yang mengajakku untuk kembali. Kekasih yang dulu membuatku bahagia. Walaupun dia seperti itu, aku sangat menyayanginya. Aku merindukan beberapa hari yang kita lalui bersama. Aku tidak kecewa. Aku tidak merasa tersakiti. Karena yang kurasakan ini adalah cinta.
Cerpen Karangan: Amalina Dwi Prasanti
Facebook: Amalina Dwi P
TTL: Yogyakarta, 18 Juni 1997
Twitter: @AmalinaDwiP
Alamat: Pepe Pasutan Trirenggo Bantul
0 komentar:
Posting Komentar